Kajayaan Laut Indonesia Melalui Poros Maritim
Anggota Komisi V DPR RI Anton Sihombing menegaskan jika Indonesia harus mengembalikan kejayaan laut melalui poros maritim dunia dan sistem tol laut, karena seluruh barang-barang atau 90 persen melewati laut, dan 60 persennya melalui Indonesia.
“Tapi, apa yang didapat oleh Indonesia? Kan tidak ada. Kita kalah dari Singapura, Philipina, dan Thailand. Karena itu sejalan dengan program kemaritiman pemerintahan Jokowi-JK, semua harus bertekad untuk mengembalikan kejayaan laut seperti pernah dilakukan oleh Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit,”kata Anton dalam keterangannya pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (28/9).
“Dulu Presiden Soekarno kerjasama dengan banyak elemen masyarakat dan kemaritiman mengalami kemajuan. Tapi kini melenceng dan pelayaran tidak dibangun secara optimal. Sementara Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti hanya fokus pada illegal fishing (pencurian ikan), maka kita harus tingkatkan peran nahkoda dan para nelayan agar mandiri, dan kita akan berjuang untuk kekuatan laut itu melalui INNI (Ikatan Nahkoda Niaga Indonesia),” tambah Anton
Anton bertekad memajukan pelayaran termasuk nelayan rakyat, agar mereka bisa bekerja dengan baik, terlindungi karena banyak campur tangan dari luar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Langkah Susi Pudjiastuti hanya sebagai shock terapy saja, dan perannya harus terus ditingkatkan,” ujarnya.
Apalagi kini kata Anton, terjadi persaingan yang tidak sehat antara nahkoda dari Indonesia dan luar negeri. Di mana, gaji nagkoda Indonesia rendah tapi sebaliknya dari luar negeri gajinya cukup besar. Hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi, sehingga harus ada solusi untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut.
Sedangkan mengenai tol laut, adalah untuk meningkatkan angkutan kapal nasional dan internasional, karena barang yang dikirim melalui laut sebanyak 90 % dan 60%-nya melalui Indonesia. “Batubara kita saja masih diangkut oleh kapal asing dan seluruh ekspor kita juga dengan kapal asing. Sampai kapan? Itulah yang harus ditangani oleh pemerintahan Jokowi dan INNI akan memberikan masukan konstruktif pada pemerintah, dan akan membawa ke IMO di mana Indonesia sebagai negara kelautan terbesar dunia,” tambahnya.
Trend pembangunan dunia saat ini di darat dan meninggalkan laut, maka menurut Anton, sangat tepat jika Indonesia kembali ke laut. Di mana terdapat 570.000 (lima ratus tujuh puluh ribu) pelaut dan 6.000 bekerja di luar negeri, maka perlu pembangunan kelautan dan kalau tidak, kita bisa habis. “Jadi, nahkoda itu harus kuat di tengah daya saing yang lemah sekarang ini. “Kalau abad ke – 7 Sriwijaya, Majapahit ke – 11, maka abad ke – 21 nanti, Indonesia harus kuat,” tutur Setepu.
Indonesia Maritime And Ocean (IMO) Watch, tentu mendukung penuh rencana pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan tol laut. Sebab tol laut penting untuk menciptakan poros maritim yang mendukung kemajuan pelayaran nasional sehingga mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. ”Tol laut harus segera direalisasikan. Kita juga mendukung penuh langkah-langkah Menteri Kordinator Kemaritiman Rizal Ramli , ” kata Anton Sihombing.
Membangun tol laut menurut Anton, bukan pekerjaan yang mudah, sebab untuk mewujudkannya memerlukan waktu yang lama. Banyak hal yang harus dibenahi seperti model transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang terpadu. Pemerintah harus mampu menyediakan jasa transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang lebih baik.
Polistisi Golkar itu berpendapat , pembangunan kelautan harus diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan. Hal itu didasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasis ekosistem yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan lembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan dan teknologi.
“Saya juga perlu ingatkan terkait payung hukum kebijakan sebagai dasar bagi kokohnya kesatuan wilayah, ekonomi dan kesatuan politik yang diamanatkan dalam wawasan Nusantara dan dijabarkan dalam kebijakan kelautan yang mendasari kebijakan pembangunan Indonesia yang berbasis laut. Kebijakan itu juga harus ditopang dengan pembangunan daratan, sehingga mampu menyejahterakan rakyat khususnya yang tinggal di kepulauan Nusantara,” ungkapnya.
Ia pun menyoroti , kondisi transportasi dan pelabuhan utama di wilayah timur yang kurang memadai masih mengalami kendala, seperti masalah konektifitas. Hal itu terjasi karena faktor cuaca dan fasilitas yang kurang memadai.
Untuk itu lanjut Anton, visi IMO Watch adalah “Terwujudnya Penyelenggaraan Kemaritiman dan Kelautan Demi Kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia yang Berdaulat”. Sedang misinya antara lain: Mengawasi penyelenggaraan kegiatan angkutan laut, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku baik nasional dan internasional; Mengawasi kegiatan industri dan jasa maritim sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku baik Nasional maupun Internasional; Mengawasi kegiatan perikanan dan pariwisata bahari.(nt)